Keberhasilan ini menjadi bukti konkret bahwa pembinaan berbasis kerja dan pertanian yang di terapkan di Lapas mampu memberikan hasil nyata dan berkelanjutan. Selain meningkatkan produktivitas di lingkungan pemasyarakatan, program ini juga membentuk karakter, etos kerja, serta keterampilan praktis yang sangat bermanfaat saat warga binaan kembali ke tengah masyarakat.
“Keberhasilan panen edamame kali ini tidak hanya diukur dari jumlah hasil panen, tetapi juga dari disiplin, tanggung jawab, dan kerja keras warga binaan,” ujar Asmuri, Kepala Bidang Kegiatan Kerja (Giatja) Lapas Kelas I Malang, saat turut serta dalam kegiatan panen.
Asmuri menambahkan bahwa Sarana Asimilasi dan Edukasi (SAE) menjadi medium penting untuk membekali warga binaan dengan keterampilan yang aplikatif. Melalui kegiatan ini, mereka di latih untuk mandiri, bekerja sama, dan mengembangkan potensi yang berguna setelah bebas dari masa hukuman.
Sementara itu, Kepala Lapas Kelas I Malang, Teguh Pamuji, menyampaikan bahwa panen edamame adalah hasil dari proses pembinaan jangka panjang yang berkesinambungan, bukan sesuatu yang instan.
“Kemandirian lahir dari proses pembinaan yang konsisten, mulai dari pembentukan karakter hingga pendampingan kegiatan. Ini adalah bagian dari branding pemasyarakatan yang produktif dan bermanfaat bagi masyarakat,” jelas Teguh.
Panen edamame ini menjadi simbol kuat dari semangat transformasi pemasyarakatan yang di gagas oleh Kementerian Hukum dan HAM melalui Ditjen PAS. Lapas Kelas I Malang terus menunjukkan komitmennya untuk menjadi lembaga pemasyarakatan yang humanis, produktif, dan berdampak nyata.
Dengan keberhasilan ini, di harapkan model pembinaan serupa dapat di terapkan di lapas lain di seluruh Indonesia, mendukung visi Indonesia Maju yang inklusif dan memberdayakan seluruh lapisan masyarakat, termasuk warga binaan.