Inisiatif ini merupakan bagian dari implementasi 13 Program Akselerasi Menteri Hukum dan HAM, Agus Andrianto, khususnya dalam peningkatan produktivitas UMKM melalui pembinaan warga binaan pemasyarakatan. Melalui pelatihan berkelanjutan, Lapas Tual berupaya menciptakan ruang pembelajaran yang tidak hanya mengisi waktu warga binaan secara positif, tetapi juga menyiapkan mereka untuk mandiri secara ekonomi setelah bebas nanti.
Kepala Lapas Kelas IIB Tual, Nurchalis Nur, menjelaskan bahwa kegiatan pembinaan ini menjadi wadah bagi warga binaan untuk mengasah keterampilan praktis dan menumbuhkan semangat kewirausahaan.
“Kami ingin menunjukkan bahwa warga binaan juga bisa produktif dan menghasilkan produk berkualitas. Melalui pelatihan ini, mereka belajar mulai dari pembuatan resep hingga teknik pengemasan higienis agar produk layak jual,” ungkap Nurchalis.
Dibimbing langsung oleh petugas Lapas, para warga binaan mempelajari cara pengolahan bahan, takaran ideal, serta strategi pemasaran sederhana. Hasilnya, bubur ketan hitam modern buatan mereka tampil menarik, lezat, dan siap dipasarkan ke masyarakat.
Kepala Subseksi Kegiatan Kerja, L. Laitera, menambahkan bahwa hasil produksi akan dipasarkan melalui koperasi Lapas Tual dengan harga terjangkau.
“Penjualan produk ini akan menjadi tabungan bagi warga binaan, yang nantinya bisa mereka gunakan sebagai modal usaha ketika kembali ke masyarakat,” ujarnya.
Secara terpisah, Kepala Kantor Wilayah Ditjen Pemasyarakatan Maluku, Ricky Dwi Biantoro, mengapresiasi inovasi yang dilakukan Lapas Tual. Ia menilai, program ini tidak hanya membuka peluang ekonomi baru, tetapi juga membantu mengurangi stigma negatif terhadap mantan warga binaan.
“Hasil karya mereka bukan sekadar sumber pendapatan, tetapi juga simbol harapan untuk kembali ke masyarakat sebagai individu mandiri dan berdaya,” tegasnya.
Melalui program kuliner inovatif ini, Lapas Kelas IIB Tual membuktikan bahwa pembinaan bukan hanya sebatas hukuman, melainkan proses pemulihan dan pemberdayaan manusia. Inovasi bubur ketan hitam modern menjadi bukti nyata bahwa kreativitas dapat tumbuh di mana saja, bahkan di balik tembok pemasyarakatan.

