Kegiatan pertanian yang dikelola langsung oleh Warga Binaan ini bukan sekadar rutinitas, melainkan bagian dari program pembinaan kemandirian, sejalan dengan 13 program akselerasi Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan.
“Kami ingin menunjukkan bahwa kegiatan pembinaan di Lapas tidak hanya berdampak bagi warga binaan, tetapi juga berkontribusi nyata dalam mendukung ketahanan pangan daerah,” ujar Kepala Lapas Kelas IIB Tual, Nurchalis Nur.
Dalam program ini, para warga binaan mendapatkan pelatihan komprehensif, mulai dari pengolahan lahan, penanaman, perawatan, hingga panen dan distribusi hasil pertanian.
Keterampilan ini menjadi bekal hidup baru bagi mereka setelah bebas nanti, memberikan alternatif mata pencaharian yang produktif dan membantu mencegah potensi residivisme.
Keberhasilan program ini tidak terlepas dari sinergi antara Lapas Kelas IIB Tual, Dinas Pertanian, dan masyarakat setempat. Bentuk dukungan yang di berikan mencakup pelatihan teknis, penyediaan bibit unggul, serta pendampingan dalam pemasaran hasil panen. Kolaborasi ini menjadi kunci keberlanjutan sekaligus memperkuat nilai manfaat sosial dari kegiatan pembinaan tersebut.
Secara terpisah, Kepala Kantor Wilayah Ditjenpas Maluku, Ricky Dwi Biantoro, menyampaikan apresiasi atas capaian tersebut.
“Lapas Kelas IIB Tual telah membuktikan diri mampu bertransformasi menjadi lembaga yang produktif dan bermanfaat bagi masyarakat luas. Ini merupakan solusi lokal yang efektif dalam menjawab tantangan global terkait kerawanan pangan,” ujarnya.
Program ini menjadi cerminan nyata bahwa pembinaan di Lapas tidak berhenti pada aspek moral dan hukum, melainkan juga menyentuh dimensi sosial-ekonomi. Melalui kegiatan pertanian produktif, Lapas Kelas IIB Tual menunjukkan bahwa setiap individu memiliki kesempatan untuk tumbuh, berkontribusi, dan menjadi bagian dari solusi nasional dalam mencapai kemandirian pangan berkelanjutan.

